Widget HTML #1

Dosaku Menggunung Tinggi, Apakah Taubatku Diterima?

Sumber gambar: Arab News

“Tuhan, dosaku menggunung tinggi, namun rahmatMu, melangit luas….”

Sobat DM tentu masih ingat syair lagu yang sempat dipopulerkan oleh Raihan itu kan? Sebuah ungkapan tentang keinginan bertaubat dari seorang pendosa, yang membuat kita menjadi dipenuhi rasa haru yang sangat. Ya, dosa kita memang menggunung tinggi, tetapi rahmat Allah SWT sungguh Maha Luas. Rahmat inilah yang akan membersihkan kita dari dosa-dosa dengan ampunan-Nya.

Bertaubat dalam agama Islam merupakan proses mengakui kesalahan, menyesalinya dengan sebenar-benarnya dan tulus, memohon ampun kepada Allah SWT, yang disertai dengan komitmen kuat untuk tidak mengulangi perbuatan tersebut. Taubat bukan semacam ‘kapok lombok’ kalau dalam bahasa Jawa, atau menyesal karena makan lombok, lombok itu kan pedas, tetapi kita tetap menyantapnya meski sudah kepedasan berkali-kali. Taubat adalah menyesal dengan sesesal-sesalnya. Itulah hakikat dari taubatan nasuha, sebagaimana tercantum dalam firman-Nya,

“Hai orang-orang beriman, bertaubatlah kepada Allah dengan taubat nasuha (taubat yang semurni-murninya)." (Q.S. At-Tahrim: 8).

Bagaimana cara bertaubat menurut agama Islam. Ada beberapa langkah sebagai berikut.

Istighfar, Mohon Ampunan, dan Mengakui Kesalahan

Pertama-tama, kita harus benar-benar mengakui dan menyadari kesalahan yang telah dilakukan. Hal ini dilakukan dengan pernyataan istighfar yang disertai dengan kesadaran penuh akan dosa atau kesalahan yang telah terjadi. Bacaan istighfar ada bermacam-macam, yang paling sering adalah sebagai berikut:

“Astaghfirullah, alladzi la ilaha illa huwal hayyul qayyumu wa atuubu ilaih.”

Artinya: Aku memohon ampun kepada Allah, Dzat yang tidak ada sesembahan kecuali Dia. Yang Maha Hidup lagi Maha Berdiri sendiri. Dan aku Bertaubat kepada-Nya.

Selain lafalz istighfar, kita juga bisa berdoa memohon ampunan-Nya baik dengan doa-doa yang berasal dari Al-Quran dan Al-Hadist, atau doa dengan bahasa kita sendiri.

Penyesalan yang Mendalam dan Tulus

Perasaan taubat harus disertai rasa penyesalan yang muncul akibat dosa yang kita lakukan, yang benar-benar muncur dari kesadaran dan lubuk hati yang terdalam. Karena, masih banyak orang yang terpaksa bertaubat karena sekadar takut hukuman, takut dikucilkan, takut dimarahi orangtua dan sebagainya.

Menghentikan Perbuatan Terlarang dan Bertekad Tidak Mengulangi Lagi

Bertaubat tak sekadar istighfar dan menyesal, tetapi juga harus berhenti total dari aktivitas maksiat atau perbuatan terlarang yang menyebabkan dosa tersebut. Seseorang yang bertaubat harus memiliki komitmen kuat untuk menghentikan perbuatan buruk tersebut. Tak hanya berhenti, untuk sesaat, tetapi juga berkomitmen untuk tidak mengulangi perbuatan tersebut selama-lamanya.

Memperbanyak Amalan Baik

Dosa dan kesalahan kita ibarat noda atau kotoran. Salah satu cara mempercepat untuk bersih, selain menggosok atau menyikatnya, adalah dengan menyiraminya dengan air sebanyak mungkin. Begitu pula dalam bertaubat. Selain berhenti dari perbuatan buruk, usahakan untuk menggantinya dengan berbagai macam amal kebaikan, seperti ibadah-ibadah shalat, puasa, zakat, juga interaksi dengan sesama manusia, seperti akhlakul karimah, membantu sesama, birrul walidain, dan sebagainya.

Shalat Taubat

Imam 4 mazhab bersepakat bahwa hukum shalat taubat adalah sunnah, sebagaimana hadist berikut ini:

“Tidaklah seorang hamba melakukan dosa kemudian ia bersuci dengan baik, kemudian berdiri untuk melakukan shalat dua raka’at kemudian meminta ampun kepada Allah, kecuali Allah akan mengampuninya.” (HR. Tirmidzi no. 406, Abu Daud no. 1521, Ibnu Majah no. 1395).

Shalat taubat adalah suatu bentuk ibadah yang khusus dilakukan untuk memohon ampunan dari Allah. Shalat taubat biasanya terdiri dari rakaat-rakaat yang dikerjakan dengan niat yang tulus untuk bertaubat.

Shalat taubat dikerjakan dalam 2 rakaat, bisa dilakukan waktu siang atau pun malam, secepat mungkin dari setelah berbuat dosa.  Cara mengerjakannya seperti shalat biasa. Sebagian ulama berpendapat bahwa niat tidak perlu dilafalzkan, cukup dalam hati, sebagian ulama yang lain menganjurkan untuk dilafalzkan dengan lafalz sebagai berikut:

Usholli sunnatat taubati rok’ataini mustaqbilal qiblati lillaahitaala.”

Mengembalikan Hak Orang Lain yang Kita Ambil

Tidak cukup hanya dengan menyesal, berdoa dan sholat, akan tetapi seandainya maksiat yang kita lakukan ternyata menyebabkan kerugian orang lain, maka sebisa mungkin usahakan untuk mengganti kerugian tersebut atau mengembalikan hak-hak yang telah terlanggar. Perbaiki juga hubungan baik dengan orang yang kita rugikan tersebut.

Misalkan kita mengambil kekayaan orang, sebisa mungkin kembalikan kekayaan tersebut. Jika kita menyakiti hati orang, kita bisa mendatangi, meminta maaf, dan bertanya apakah yang bisa kita lakukan agar orang tersebut tidak lagi mendendam kepada kita?

Ada seorang teman pernah menyakiti sahabatnya, lalu dia datang, meminta maaf dan berkata, “Tolong hukumlah aku, aku rela melakukan apa yang kau minta, asal kau ikhlas memaafkanku.”

Seandainya sahabat kita tersebut meminta kita menyiram bunga, mencucikan baju atau sesuatu yang bisa kita lakukan dan bukan sebuah kemaksiatan, mengapa tidak?

Memperkuat Keimanan dan Ketakwaan

Perbuatan dosa terjadi karena kita memiliki iman yang lemah. Maka, setelah bertaubat, mari perkuat keimanan dan dan ketakwaan kita dalam kehidupan sehari-hari. Caranya, rajin beribadah, rajin berdzikir, beramal shalih, menimba ilmu agama, berkumpul dengan orang shalih, dan sebagainya. Hal ini akan sangat membantu mencegah kembali ke arah perbuatan dosa.

Ya, dosa kita memang menggunung tinggi, tetapi, pintu taubat selalu terbuka. Taubat adalah proses pribadi antara seseorang dengan Sang Maha Pencipta. Kunci dari diterimanya taubat adalah kesungguhan hati dan tekad yang kuat untuk berubah menuju perilaku yang lebih baik. [yms].

Posting Komentar untuk " Dosaku Menggunung Tinggi, Apakah Taubatku Diterima?"