Widget HTML #1

Sirah Nabi Muhammad SAW: Masa Kecil Nabi


Bayi Nabi Muhammad sudah yatim sejak masih dalam kandungan. Ayahnya, Abdullah bin Abdul Muthalib, wafat pada usia sekitar 25 tahun. Saat membawa barang dagangan ke Syam, Abdullah yang dikenal berwajah tampan dan berwibawa, wafat karena sakit. Dalam kondisi sedih karena wafatnya suami tercinta, Aminah pun membesarkan puteranya tanpa sang suami di sisinya, namun tentu di bawah pengawasan sang ayah mertua, Abdul Muthalib.

Ibu Susu Halimah as-Sa'diyah

Meskipun awalnya Aminah menyusui sendiri bayinya, karena air susunya tidak cukup, Aminah pun meminta bantuan kepada seorang perempuan bernama Halimah as-Sa'diyah yang tinggal di daerah pedesaan di kampung Bani Sa'ad. Saat dalam masa penyusuan itu, Nabi Muhammad tinggal di Bani Sa'ad dan menikmati suasana pedalaman Arab yang tenang dan damai. Saat itu, menyusukan bayinya kepada para ibu susu merupakan tradisi yang melekat pada masyarakat Arab.

Peristiwa Pembelahan Dada Muhammad SAW

Saat berada di Perkampungan Bani Sa'ad, terjadi peristiwa yang menakjubkan, yaitu pembelahan dada Muhammad SAW. Saat itu, Nabi Muhammad masih Balita. Peristiwa pembelahan dada ini dikisahkan dalam hadist riwayat Anas bin Malik. Saat Nabi Muhammad sedang bermain bersama teman-temannya, tiba-tiba datang dua lelaki berbaju serba putih. Nabi ditidurkan, dan dibelah dadanya, gumpalan daging hitam dikeluarkan dan dibasuh dengan air yang berada dalam bejana emas tersebut. Gumpalan daging itu adalah hati Nabi. Teman-teman Nabi terkejut dan ketakutan, lalu melaporkan kepada Halimah Sa'diyah. Peristiwa ini membuat Halimah ketakutan dan akhirnya mengembalikan Muhammad SAW ke Mekah.

Kembali Ke Mekah

Nabi Muhammad kembali ke Mekah dan tinggal bersama ibunya, Aminah. Saat itu, pembantu Aminah, Ummu Aiman, ikut mengasuh Muhammad kecil, hingga ibunda Muhammad, Aminah wafat saat Nabi Muhammad masih berusia enam tahun. Setelah wafatnya sang bunda, ia diasuh oleh kakeknya Abdul Muthalib, namun saat Nabi Muhammad berusia 8 tahun, sang kakek pun wafat.

Meskipun Abdul Muthalib memiliki banyak putera, yang kemudian mengasuh Muhammad adalah Abu Thalib, kakak dari Abdullah. Padahal saat itu Abu Thalib dalam kondisi ekonomi yang kurang baik. Meski begitu, Abu Thalib sangat menyayangi Muhammad dan selalu membelanya, termasuk setelah Muhammad mendapatkan wahyu kenabian, menjadi Rasul dan ditentang oleh kaumnya di Mekah. 

Nama asli Abu Thalib adalah Abdul Manaf. Beliau adalah ayah dari Thalib (sehingga dijuluki dengan nama kun-yah Abu Thalib), Ja'far, Ali, Aqil, Ummu Hanni dan Jumanah. Putra-puteri Abu Thalib, kelak saat masa kenabian, masuk ke dalam Islam dan menjadi sahabat-sahabat Nabi yang utama. Bahkan, Ali bin Abi Thalib adalah sahabat yang kemudian menjadi menantu Nabi dan menjadi Khulafaur Rasyidin keempat.

Selama tinggal bersama Abu Thalib, Nabi Muhammad menggembalakan kambing-kambing milik sang paman di padang rumput. Dia juga mulai belajar berdagang bersama sang paman, sebuah ketrampilan yang kelak akan menjadikannya seorang pedagang sukses saat usia dewasa.

Pendeta Bahira

Saat Muhammad masih berusia pra remaja, Abu Thalib mengajak Muhammad SAW untuk berdagang ke Syam. Di perjalanan, yakni di sebuah daerah di Bushra, mereka bertemu dengan seorang pendeta kristen yang awalnya adalah seorang Rahib Yahudi bernama Buhaira. Sang pendeta terkesan, karena melihat Muhammad kecil terus dipayungi awan sepanjang perjalanan. Karena penasaran, Buhaira memeriksa tubuh Muhammad SAW dan menemukan tanda-tanda kenabian di punggung bocah itu. Buhaira mengatakan kepada Abu Thalib, bahwa bocah mulia itu kelak akan menjadi nabi terakhir, dan Abu Thalib harus menjaganya dengan baik.

Pesan itu membekas di benak Abu Thalib, sehingga memang sang paman senantiasa menjaga keponakannya tercinta itu hingga akhir hayatnya. [US].

Posting Komentar untuk "Sirah Nabi Muhammad SAW: Masa Kecil Nabi"