Widget HTML #1

Hanya Generasi 90-an yang Mengalami 12 Hal Unik Saat HUTRI Ini


Merdeka! Pekikan ini terdengar di mana-mana saat bulan Agustus tiba. Sebulan penuh, bangsa kita dikobarkan oleh semangat kemerdekaan yang membahana di seluruh penjuru negeri. Dari Sabang sampai Merauke, dari Rote hingga Miangas. Masyarakat Indonesia, tidak tua, tidak muda, semua bergembira menyambut Hari Ulang Tahun Republik Indonesia.

Betulkah demikian adanya? Entah mengapa, saya merasakan nuansa semacam itu tak lagi terasa. Ada kehampaan yang membuat jiwa ini tertunduk sedih, dan angan ini pun melayang pada masa sekitar dua dekade silam. Ya, tepatnya tahun 1990-an. Mari terbang ke masa itu sejenak.

Pada masa itu, bulan Agustus merupakan pesta rakyat yang sebenarnya. Inilah beberapa hal unik yang akrab dengan generasi 90-an di hari peringatan kemerdekaan, yang mungkin juga pernah Anda rasakan. Ayo bernostalgia sesaat!

1.      Saat Agustus, di antara kita ada yang ikut lomba panjat pinang di lapangan desa. Uniknya, kita tetap gembira, meski tak dapat apa-apa, dan pulang-pulang badan berubah hitam karena berlumur olie.

2.      Selain panjat pinang, di antara kita pasti akan ikut minimal salah satu lomba yang hampir selalu diselenggarakan selama bulan Agustus. Tarik tambang, makan kerupuk, balap karung, menghias sepeda, membuat tumpeng, memasukkan pensil ke botol, balapan membawa kelereng di sendok, hingga lomba pidato ala Bung Karno.

3.      Jika hobi olah raga, biasanya kita akan menjadi anggota regu lomba sepak bola, bola kasti atau voley antar kampung. Hadiahnya kadang seekor ayam jantan atau jika panitia cukup kaya, bisa memboyong pulang seekor kambing. Jika tidak bisa berolahraga, minimal kita akan jadi suporter yang sangat militan, yang siap berteriak-teriak mendukung tim favorit kita. Sepanjang Agustus, tenggorokan kita akan serak karena terlalu sering bersorak-sorai.

4.       hari kemerdekaan tiba, biasanya kita juga ikut karnaval keliling desa. Kostum karnaval cukup sederhana, baju pejuang, bambu runcing, petugas PMI dengan topi putih dari kertas dan simbol PMI, kostum bapak atau ibu-ibu petani yang menggendong keranjang ubi atau jagung.

5.      Kita ikut larut dalam perayaan pesta ulang tahun kemerdekaan di lapangan desa, nonton pertunjukan wayang kulit, kuda lumping, atau orkes Melayu. Biasanya, kita akan mampir ke warung-warung kagetan yang berjualan aneka bahan makanan, seperti soto dan bakso.

6.      Karena melelahkan mengikuti acara seharian, biasanya kita akan membawa nasi ke sekolah untuk bekal karnaval, lauknya telur goreng, kering tempe, sepotong ayam.

7.      Kita diwajibkan ikut upacara 17-an oleh sekolah. Biasanya upacara menjadi satu di lapangan kecamatan atau kota. Besoknya, oleh guru akan diabsen, yang ketahuan tidak datang upacara, akan dijemur seharian di bawah terik matahari.

8.      Saat pembacaan proklamasi yang biasanya diikuti dengan sirine panjang, secara otomatis kita akan meneriakkan pekikan merdeka dengan sekeras-kerasnya, sembari air mata menetes haru.

9.      Saat mengheningkan cipta, yang diikuti dengan lantunan himne dari tim paduan suara, diam-diam kita menangis, teringat jasa para pahlawan yang telah gugur mendahului kita.

10.   Di antara kita, ada yang menjadi salah satu petugas upacara bendera, seperti anggota paskibra, pasukan drum band, atau paduan suara. Latihannya akan dimulai rutin mulai awal bulan Agustus, biasanya setelah pelajaran usai, sehingga kita akan pulang sore hari dari sekolah.

11.   Kita juga akan berlatih untuk tampil membawakan salah satu pentas seni di panggung peringatan HUT RI di kampung. Tarian, drama perjuangan, ketoprak, pentas musik atau ludruk. Kita akan rajin berlatih setiap sore, berburu kostum, dan usai tampil, merasa sangat senang dengan ‘bayaran’ masing-masing satu kotak snack dan nasi bungkus.

12.   Kalau kita cukup dewasa, biasanya kita tidak tampil, tetapi melatih anak-anak untuk pentas seni. Saat pentas tiba, mendadak kita juga akan berubah menjadi semacam guru TK yang tak hanya melatih anak, tetapi juga memotivasi anak yang mendadak mogok tampil karena demam panggung.

Aha, betapa menyenangkan!

Tentu masih banyak sekali kejadian seru di bulan Agustus, di mana kita semua menjadi saksi sekaligus pelaku, betapa saat itu, kemeriahan HUTRI benar-benar menjadi milik bersama. Agustus, menjadi bulan yang dinanti-nanti, bahkan lebih menggelegar daripada hari raya Idul Fitri. Rakyat berpesta, dan dengan suka rela akan mengeluarkan biaya untuk berpartisipasi menyegarkan suasana. Nasionalisme muncul dengan sendirinya, tanpa pernah dipaksa.

Entah mengapa, hal yang sama tidak terjadi saat ini. Saat Agustus tiba, masyarakat menyambut dengan cuek. Memang ada kepanitiaan dibentuk, namun selain panitia yang berpayah-payah membuat agenda, tak terlihat antusiasme masyarakat untuk memeriahkan agenda HUTRI.

Ah, seandainya putaran bola bumi bisa kembali ke masa lalu....

Penulis: Afifah Afra

Posting Komentar untuk "Hanya Generasi 90-an yang Mengalami 12 Hal Unik Saat HUTRI Ini"